Kamis, 02 Desember 2010

Telaah atas Tenaga Harian Lepas.


1.      Bahwa berdasarkan ketentuan PP Nomor 48 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon PNS, maka terminology Tenaga Harian Lepas, sama sekali tidak disebutkan secara eksplisit.
2.      Dalam PP 48 Tahun 2005 hanya disebutkan istilah Tenaga Honorer yang didifinisikan pada Pasal 1 ayat 1 sbb : Tenaga Honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3.      Dalam PP 48 Tahun 2005 Pasal 8 disebutkan bahwa : Sejak ditetapkannyan Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan  instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
4.      Semenatara itu dalam Rancangan Perbup tentang Tenaga Harian Lepas, disebutkan bahwa Tenaga Harian Lepas  adalah pegawai Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah yang bukan Pegawai Negeri Sipil diangkat dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati sebagai Tenaga Pelaksana di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, di bayar dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun anggaran dan dapat diperpanjang untuk anggaran tahun berikutnya;
5.      Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (3) UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian, bahwa  Disamping PNS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap.  Penjelasan dari pasal ini menyebutkan  Yang dimaksud dengan pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri.
6.      Dari berbagai ketentuan tersebut diatas, kiranya dapat ditegaskan bahwa  bagi pemerintah dasar untuk melakukan perbuatan hukum publik adalah adanya kewenangan yang berkaitan dengan suatu jabatan (ambt). Jabatan memperoleh wewenang paling tidak melalui sumber yakni atribusi, dan  delegasi akan melahirkan  kewenangan (bevoegdheid, legal power, competence).
7.      Bahwa menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (3) UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Kepegawaian, maka Pejabat yang berwenang (dalam hal ini Bupati) secara normatif memiliki kewenangan yang bersifat kebolehan untuk mengangkat PTT.
8.      Sementara di dalam PP Nomor 48 Tahun 2005 ada larangan bagi Pemerintah Daerah untuk mengangkat tenaga honorer  baru. Dengan demikian terdapat konflik norma antara kedua aturan ini, yang bila dikembalikan kepada asas lex posteriori derogat lex inferiori,  tentunya yang berlaku adalah ketentuan yang terdapat pada UU Nomor 43 Tahun 1999, karena kedudukannya lebih tinggi.
9.      Selanjutnya ruang yang diberikan oleh PP 48/2005 dengan tidak disebutkannya istilah tenaga harian lepas, dapat ditafsirkan sebagai suatu kebolehan. Namun demikian kebolehan ini dibatasi oleh ketentuan yang menyatakan bahwa ia di bayar dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Jadi unsur pembebanan pada APBD ini yang menjadi pembatas dari kebolehan tersebut.


10.    Demikian telaah ini kami sampaikan untuk selanjutnya, kami mohon petunjuk lebih lanjut.

Praya, 27 Mei 2007
 


EFENDI. SH